Rabu, 14 Oktober 2020

Bapak Ibumu Keramat Dunia Akhiratmu



Oleh: Reza Ginanjar

Guru MTsN 2 Bogor

Indonesia, selain menjadi negara yang menjadi tujuan destinasi juga menjadi negara yang menjadi objek para peneliti untuk melakukan research dan penelitian para pakar agar mendapatkan informasi mengenai berbagai bidang dalam hal ini bidang pendidikan. Dunia pendidikan terusik ketika akhlak dan moral mengalami degradasi yang berakibat pada sikap dan perilaku para pelaku pendidikan, sebut saja tenaga pendidik dan kependidikan serta peserta didik. Bisa jadi, akhlak dan moral tersebut menjadi modal untuk dijadikan sebuah gambaran di masa mendatang nanti.

Kurangnya modal akhlak dan moral itu akan berakibat pada bobroknya akhlak dan moral generasi penerus nanti, yang pada akhirnya lahirlah generasi-generasi yang jauh dari harapan dan impian para founding fathers. Sebagai contoh, tidak sedikit kasus pidana pencurian yang melibatkan pelajar yang notabene tugasnya adalah belajar, sering kita mendengar tindakan kriminal melibatkan siswa atau anak di bawah umur, yang membuat kita tercengang kembali kasus pelecehan seksual selalu yang menjadi subjek pelakunya para siswa dan pelajar. Lalu kemudian, timbul pertanyaan, siapakah yang keliru dalam hal ini? Dunia pendidikan, media pendukung pendidikan atau para pelaku pendidikan itu sendiri?

Regenerasi senantiasa dilakukan demi perbaikan di masa mendatang. Perbaikan untuk perubahan dalam bidang pendidikan ini terus dilakukan untuk tujuan ketercapaian generasi yang berkualitas dan kompeten dalam melanjutkan estafet pemerintahan, termasuk dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pada dasarnya, dunia pendidikan cenderung hanya terkait dengan pelaku pendidikan. Padahal peranan orang tua dalam dunia pendidikan lebih banyak mempengaruhi output dan hasil akhir dari pendidikan itu sendiri. Kendati peranan orang tua itu sendiri bersifat abstrak, namun menentukan perkembangan yang signifikan meski berperan dari balik layar.

Upaya ini tercantum dalam perubahan kurikulum yang setiap periode senantiasa diperbaiki perkembangannya mulai dari CBSA, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan saat ini, kurikurum yang sedang tren, yang menurut para guru dapat mencerdaskan di awali dengan akhlak yang mulia, yang lebih kita kenal dengan Kurikulum 2013. Meski baru beberapa lembaga dan instansi pendidikan yang menerapkannya, paling tidak, sudah terdapat beberapa sekolah yang senantiasa berusaha mewujudkan dan menerapkan kurikulum tersebut.

Islam mengajarkan faktor keberhasilan suatu pendidikan salah satunya adalah doa dan dukungan orang tua. Doa dan dukungan dari orang tua inilah yang menjadi motivasi peserta didik untuk melangkahkan kaki ke sekolah untuk kemudian para pelaku pendidikan berupaya dalam mewujudkan implementasi cita-cita bangsa dan negara yakni mencerdaskan bangsa melalui pendidikan dasar 9 tahun.

Kendati tidak sedikit beberapa sekolah yang masih menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) karena beberapa kendala dan problematika yang harus dihadapi, pada akhirnya menghambat untuk menerapkan Kurikulum baru, dalam hal ini kurikulum 2013. Pada dasarnya apapun kurikulumnya, permasalahannya hanya pada mampukah kurikulum tersebut memperbaiki degradasi moral yang selama ini menjadi permasalahan yang tak kunjung rampung dan selesai?

Peranan orang tua menjadi tonggak penentu berhasil atau tidaknya pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh konkret yang saat ini marak ialah kebiasaan cium tangan terhadap orang tua sendiri, yang lebih memprihatinkan adalah cium tanagan zaman sekarang bukan cium pake hidung yang memang fungsinya untuk mencium, melainkan ciuman yang ditempelkan ke dahi, pipi, bahkan kepala. Maraknya cium tangan yang ditempelkan ke dahi, pipi, dan kepala ini permasalahan enteng memang, tapi menganggap enteng suatu masalah itulah pada dasarnya adalah esensi dari masalah itu sendiri.

Permasalahan degradasi dan dekadensi moral dan akhlak seharusnya menjadi titik penting yang harus senantiasa di kaji secara terus menerus tanpa henti dengan menunjukkan teladan dan keteladanan bagi peserta didik. Ironisnya, dukungan akan hal itu menjadi sebuah masalah dan kendala tanpa terkecuali, salah satu contohnya perkembangan media sosial yang tidak dibarengi dengan kontrol sosial yang nampaknya mengalami inkonsistensi, belum usai kontrol sosial yang diupayakan dari pemerintah tentang pelarangan dan pemblokiran terhadap situs-situs yang mengandung pornografi, entah kurang dukungan dari berbagai pihak, entahlah.
Akhirnya, kontrol sosial yang labil itu melahirkan sikap dan perilaku yang mengandung pornoaksi, indikasinya tidak sedikit tayangan dan siaran televisi, maupun media cetak yang mengabarkan betapa dekadensi dan degradasi moral menjadi sesuatu yang sangat lumrah kita saksikan setiap hari di berita terkini.
Mintalah doa dan keihkhlasan para guru sebelum "hari raya" itu di gelar. Ingat, nak, keramatmu ada pada ibu bapakmu! Setelah keramat dari orang tuamu itu, masih ada keramat dari guru-gurumu! Keberkahan dan keridhaan para guru serta doa dan dukungan dari orang tuamu dapat menghantarkan menuju jalan keberhasilan dan kesuksesanmu dalam mengarungi dan menghadapi "pesta" dunia pendidikan itu

Dulu, ketika penulis masih mengenyam pendidikan dasar, kebiasaan cium tangan dengan menempelkan tangan orang tua ke hidung sebagai indera pencium, menjadi suatu hal yang nisbi dan wajib dilakukan setiap pergi dan pulang sekolah dengan harapan mendapatkan berkah dari orang tua kita yang notabene orang tua merupakan keramatnya seorang anak. Dan menjadi sesuatu yang dirasakan betapa masih ada kekurangan saat hendak pergi ke sekolah sebelum mencium tangan orang tua.
Tradisi cium tangan orang tua itu pun menjadi hal yang amat jarang penulis temukan dilakukan oleh pelajar zaman sekarang. Ironisnya, tradisi cium tangan orang tua di anggap sebagai tradisi yang usang dan tradisi pelajar tempo dulu, padahal di balik itu semua keberkahan dan keramat orang tua tanpa kita sadari menentukan berhasil atau tidaknya seorang pelajar yang nantinya akan meneruskan estafeta kehidupan setelah sumber daya manusia yang mendahuluinya, tiada.

Pertanyaannya sekarang adalah, sudahkah para siswa zaman sekarang menerapkan tradisi cium
tangan orang tua yang di anggap usang itu? Ingat setiap anak punya keramat tersendiri, setiap siswa memiliki keramat yang tak henti, setelah keramat dari orang tua, siswa masih juga punya keramat yang tak kalah pentingnya, yakni keramat dari para guru yang setiap harinya memberi bekal ilmu dalam rangka merayakan "hari raya" Ujian Nasional itu.

Tidak lama lagi, Ujian Nasional akan di gelar, tinggal menghitung hari, "hari raya" para siswa dan pelajar akan segera di mulai, gaungnya berkumandang sejagat nusantara. Berbagai upaya pun dilakukan jauh sebelum "hari raya" itu dikumandangkan melalui try out, dan uji coba kompentensi dengan harapan saat "hari raya" nanti, mental dan fisik para siswa siap dan sedia untuk melaju.




Di tengah suasana masa pandemi covid 19, yang segala sesuatunya serba online, semoga tradisi "ngalap berkah" dengan cium tangan tidak turut pudar hingga akhir zaman...
semoga!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar